Kamis, 20 Desember 2007

14 Rumah dan Mushola Milik Ahmadiyah Dirusak

(ANTARA News) - Sebanyak 14 rumah dan satu Mushola Al Hidayah milik Jemaah Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, rusak ringan dan berat setelah diserang kelompok ormas Islam Kuningan yang tergabung dalam Kompak (Koalisi Muslim Kabupaten Kuningan), Selasa siang sekitar pukul 13.00 WIB.
Dalam bentrokan itu, empat orang dari Kompak mengalami luka-luka terkena sabetan benda tajam saat mencoba memasuki daerah Jemaah Ahmadiyah yang sejak semula sudah mempersenjatai diri dengan pedang, panah dan bambu berpaku.Semula sekitar pukul 11.30 WIB ratusan warga dari Kompak akan menyerang sejumlah mesjid besar milik Jemaah Ahmadiyah karena setelah disegel Satpol PP, mesjid itu masih digunakan Jemaah Ahmadiyah untuk melakukan ibadah.
Saat akan memasuki jalan desa, ratusan massa sudah dihadang barisan aparat kepolisian yaitu dari Satuan Dalmas Polres Kuningan yang berbanjar hingga enam shaf dan di belakangnya terdapat barisan Brimob yang menerjukan hingga dua kompi. Massa kemudian mendobrak pertahanan Dalmas yang tak berapa lama membubarkan diri karena kalah jumlah, sehingga akhirnya Brimob menembakan gas air mata ke arah kerumunan massa. Massa pun berlarian menyelamatkan diri dan suasana kemudian tenang karena sebagian besar massa melakukan sholat Dhuhur di Mesjid Desa Manis Lor.
Dalam aksi pelemparan gas air mata itu, dua wartawan televisi yaitu Eko dari Lativi dan Jerry dari Trans TV terkena percikan gas yang membuat muka keduanya seperti terbakar.Masa tenang itu kemudian berubah menjadi tegang, karena massa Kompak sekitar pukul 13.00 WIB, kembali berusaha menyerang, namun kembali ditenangkan Camat Jalaksana Maman Hermansyah yang mengumumkan bahwa telah terjadi kesepakatan antara Pemda Kuningan dan perwakilan ormas Islam agar aksi hari ini dibatalkan."Kesepakatan itu, Jemaah Ahmadiyah diberi waktu tiga hari untuk melaksanakan seluruh perjanjian yang telah dibuat," katanya.
Dalam perjanjian tersebut yaitu Jemaah Ahmadyah tidak menggunakan mesjid yang telah disegel untuk beribadah, namun jika setelah tiga hari perjanjian itu masih diindikasikan mesjid yang telah disegel kembali digunakan untuk beribadah, maka seluruh ormas Islam dipersilahkan untuk merusakkan mesjid dan mushola yang telah disegel itu. Namun instruksi untuk mundur karena telah ada kesepakatan, tidak terdengar oleh sejumlah massa Kompak yang rupanya berinisaitif menyerang lewat jalan-jalan kecil sehingga sedikitnya 14 rumah Jemaah Ahmadiyah dirusak, lalu karpet Mushola Al Hidayah dibakar dan kubah mushola diambil dan dihancurkan.
Massa Ahmadyah yang sejak semula sudah siaga lalu bertindak mengejar para penyerang dan empat orang dari massa Kompak terkena bacokan golok yaitu Ayu (40), Adi Hapiudin (19), Yusuf Khaerudin (30) dan Yusuf Jalaudin (31). Mereka yang luka-luka segera dibawa ke RSUD 45 dan RS Wijaya, Kuningan, Jabar. Seorang tokoh Ahmadiyah, Kulman, saat dikonfirmasi membantah jika mesjid yang telah disegel itu digunakan kembali untuk beribadah. "Tolonglah kami jangan diserang lagi, kami sudah tidak punya mesjid sekarang," tuturnya. Sementara itu perwakilan dari Kompak, Miftah Hidayat mengungkapkan bahwa selain tiga mesjid dan mushola yang telah disegel, Jemaah Ahmadiyah masih memiliki empat tempat ibadah lainnya. "Kami minta seluruh rumah ibadah disegel dan Jemaah Ahmadiyah kembali mengakui bahwa nabi terakhir adalah Nabi Muhammad," katanya.
Sampai Selasa petang, suasana di Desa Manis Lor masih mencekam dan sejumlah aparat keamanan maupun massa dari Kompak masih tampak berjaga-jaga di tempat kejadian. Seperti diketahui pada Rabu (12/12) lalu, satu Mesjid dan dua mushola milik Ahmadiyah disegel oleh Satpol PP Kab Kuningan karena Ahmadiyah melanggar SKB antara Bupati Kuningan, Kejari Kuningan dan Kepala Departemen Agama Kuningan pada 2004 lalu yang melarang seluruh kegiatan Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan.

AGAP & Forum Mesjid BANDUNG Demo: Gugat Gereja

Warga Kembali Datangi Rumah Peribadatan DAYEUHKOLOT, (GM).
Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan(AGAP) kembali mendatangi sebuah rumah yang dijadikan tempat ibadatdi Kp. Sukabirus RT 07/RW 13 Desa Citeureup, Kec. Dayeuhkolot, Kab.Bandung, Minggu (2/12) sekira pukul 09.00 WIB. Kedatangan massa kali ini karena menilai rumah tersebut kembali digunakan sebagai tempatibadat, meskipun sebelumnya sudah ada larangan untuk digunakan.
Ratusan massa yang datang tersebut, langsung dihadang dua kompi Satuan Dalmas Polres Bandung yang sudah berjaga-jaga sebelumnya dilokasi.
Massa yang mengetahui tidak ada kegiatan peribadatan di rumah tersebut sebelumnya mencoba masuk, tetapi pagar betis petugas tidak bisa ditembus meski sempat terjadi dorong mendorong. Namun akhirnya massa dengan tertib membubarkan diri.
Koordinator AGAP, Muhammad Mu'min mengatakan, rumah tersebut tidak memiliki izin difungsikan sebagai tempat ibadat selain juga melakukan kegiatan lainnya yang dianggap melanggar. "Untuk mempertanyakan ini, kami akan mendatangi Departemen Agama Kabupaten Bandung besok (hari ini, red) karena sesuai perjanjian, di JawaBarat tidak boleh ada lagi gereja liar," katanya.
Masih dikatakan Muhammad Mu'min, tidak hanya izin, bangunan tersebut juga tidak memiliki IMB. "Selain beralih fungsi, persyaratan lainnya sebuah bangunan tidak dipenuhi dan kami hanya tidak ingin rumah tersebut jadi beralih fungsinya," paparnya.
Sementara itu salah seorang pengurus rumah tersebut, Ratno Gunawan Simamora (32) mengatakan, semula para jemaat akan melakukan kegiatan pada hari Minggu tersebut. "Setelah kedatangan massa pada 18November lalu, kami mengalihkan tempat ibadat ke lokasi lain dan hari ini (kemarin, red) direncanakan akan beribadat di sini,"ujarnya.
Keputusan itu diambil, lanjut Ratno, setelah mendengar informasi massa akan datang ke tempat itu. "Setelah mendengarkan saran dari beberapa pihak, kita putuskan tidak dilakukan dan massa pun tahu sehingga tidak melakukan apa pun," ungkapnya.
Namun demikian, tambah suami dari pendeta Obertina yang menjadi pendeta di rumah ibadat tersebut, pihaknya menyayangkan adanya aksiyang tidak memperbolehkan beribadat di rumah tersebut. "Kami sedangmengurus izin rumah ini untuk dijadikan tempat ibadat sesuai peraturan bersama dua menteri tahun 2006 dan menurut kami tidak ada larangan untuk digunakan selama izin tersebut diproses," bebernya.
Ditemui terpisah, Camat Dayeuhkolot, Drs. Tata Irawan menjelaskan, pihak muspika sudah berkali-kali meminta agar rumah tersebut tidak digunakan dulu sebagai tempat peribadatan. "Kami tidak melarang mereka beribadat, tetapi tempuh dulu prosedur perizinan hingga tuntas, setelah selesai apa pun putusannya mari kita hargai," tambahTata seraya mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui sejauh mana perizinan yang telah mereka urus.
Menyinggung diperbolehkan tidaknya tempat tersebut digunakan jika sedang dalam pengurusan perizinannya, dengan tegas Tata menyebutkan, diperbolehkan jika warga mengizinkan. "Dalam surat yang dikirimkan warga, mereka keberatan adanya kegiatan peribadatan di rumah tersebut, selaku muspika kami tetap memegang keberatan warga tersebut," tegasnya.

GKP Dirusak di Selatan Bandung

Belasan gereja akan dirusak dalam dua minggu ke depan, kata Ketua FKKI Jabar. Pengrusakan gereja kembali terjadi baru-baru ini. Minggu lalu, ratusan ekstrimis Muslim menyerbu dan merusak sebuah gereja Protestan di JawaBarat di tengah situasi beragama yang cukup tegang di propinsi itu, lapor sebuah organisasi Belanda kemarin.

Open Doors Belanda mengatakan bahwa sekitar "250 Muslim radikal" dari Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) memaksa masuk ke Gereja Kristen Pasundan (GKP) di sebelah selatan Bandung pada 18 November lalu, dan"merusak kunci pintu gereja."

Gereja sedang kosong pada saat itu dan pimpinan gereja Pdt Christine Yohanes sedang pergi, namun suami dan anak-anaknya ada dan terpaksa bersembunyi, kata Open Doors, mengutip sumber mereka disana.

Setelah mengadakan "ibadah Islam dan mengucapkan doa-doa" di gereja, mereka mulai "merusak bagian dalam (interior) gereja dengan tongkat dan pisau," kata Pdt Simon Timorason, ketua FKKI (Forum Komunikasi Kristiani Indonesia) Jabar.

Serangan
Mereka merusak instalasi suara, kaca dan bangku-bangku, yang kemudian dibawa keluar, kata Simon. Ini bukan pertama kalinya aktivis AGAP menyerang gereja itu, yang mempunyai 300 jemaat dan telah berdiri lebih dari setengah abad.

Pada tahun 2005 ada laporan serupa dimana jemaat dipaksa menutup gereja mereka oleh pemerintah setempat yang menuduh mereka kekurangan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

Timorason mengatakan bahwa polisi ragu untuk turut campur, meskipun dilaporkan dua tersangka telah ditahan. "Kami mendesak pemerintah untuk menganggap kasus ini sangat serius karena kami mendengar bahwa duabelas gereja lainnya direncanakan akan diserang [ekstrimis] dalam beberapa minggu mendatang."

Dalam beberapa tahun ini lebih dari 100 gereja ditutup di Jawa Barat, ditengah keprihatinan yang mendalam dari umat Kristiani Indonesia. Selama tahun 2007, setidaknya 25 tempat ibadah Kristiani telah dipaksatutup, atau diserang dan dirusak oleh ekstrimis, tambah Open Doors. Namun, pelakunya tetap bebas.

Mereka merusak gereja , baik sarana maupun prasarana sambil berteriak, "Awllohu Akbar" ....AwllohuAkbar...................berkali-kali........................

Forum Mesjid di Bandung Demo, Tuduh Gereja Lakukan Pemurtadan

Tidak suka sebuah gereja menggunakan gedung serba guna setempat untuk tempat ibadah Kristiani dan menuding telah dilakukan pemurtadan, Forum Mesjid setempat mendatangi dan berdemo di depan Gedung serba guna Kawaluyaan yang terletak di Jalan Kawaluyaan 10, depan MTC Soekarno Hatta, Bandung, Minggu (25/11) lalu.
Menurut Ketua Forum Komunikasi Dewan Kemakmuran Masjid (FK-DKM) Kawaluyaan, Amin Safari, gedung serba guna tersebut sudah lama berubah menjadi tempat ibadah sebuah gereja. "Setiap hari minggu, gedung serba guna tersebut menjadi tempat ibadah kaum Batak Karo Protestan," katanya disela demo kepada yang dikutip Obor Indonesia.
Menurut Amin, pihaknya kesal lantaran menduga piha gereja belum mendapat izin untuk beribadah. Selain itu, Amin menambahkan, bahwa selain beribadah disekitar Kawaluyaan, mereka juga diindikasikan melakukan pemurtadan. "Makanya, kita bersama Ormas se-Kota Bandung memintanya untuk ditutup," katanya.
Masih dalam hari yang sama, Forum itu juga mendatangi tiga titik di daerah Kawaluyaan lainnya yang mereka perkirakan menjadi tempat ibadah. "Satu toko beserta dua dua rumah juga kita datangi," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang perwakilan dari pihak Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), Sembiring, menyatakan, bahwa pihaknya sudah melapor terkait pelaksanaan pembinaan iman tersebut. "Kita sudah lapor ke Kanwil Depag Jabar, makanya kita berani menggelar pembinaan iman seminggu sekali," ujarnya.
Masih menurut Sembiring, pihaknya menepis pernyataan FK-DKM yang mengatakan pihaknya tengah melakukan pemurtadan. "Kita hanya menggelar pembinaan iman terhadap Batak Karo Protestan saja, tidak terhadap lainnya," ungkapnya.
Sembiring menambahkan, pihaknya telah melakukan dialog dengan FK-DKM, seusai acara pembinaan iman. "Kesimpulannya, kita akan meninggalkan gedung serba guna tersebut, dan kita akan pindah, tapi belum tahu pindah kemana," ujarnya.(Sandra NP)

Pengrusakan dan Penutupan Gereja Mulai Marak lagi

Sungguh tak betul, apa yang dikatakan segelintir orang, bahwa gereja tak bersosialisasi dengan masyarakat. Oleh karenanya, adalah wajar bila warga merusak gereja. Andai mengikuti argumen di atas, gereja bersosialisasi dengan warga, maka tuduhan yang akan dilemparkan oleh kelompok ekstrimis kanan adalah Kristenisasi. Alasan lain, karena sikap elitis segelintir orang-orang Kristen, maka gereja dianiaya. Ditambah lagi argumen, karena gedung gereja tak punya ijin maka tak layak berdiri. Semua alibi itu terkesan dicari-cari guna membenarkan tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh sekelompok orang selama ini. Bahwasanya ada sejumlah gereja tak bersosialisasi dan segelintir jemaat bersikap elitis, atau tidak punya ijin, tidak serta merta bisa membenarkan segala tindak anarkis terhadap gereja.

Alasan Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) dan Barisan Anti Pemurtadan (BAP) dalam aksi menutup gereja di Jawa Barat, persis demikian. Secara subjektif, mereka memandang, penutupan gereja adalah jawaban atas “kekeliruan” gereja selama ini. Dan, terus mengumandangkan berbagai alibi irasional tadi sebagai “kebenaran”. Dan bagi mereka tak ada tindakan lain, yang cukup halal, dan diterima, selain memberedel gereja. Tapi tindakan itu justru memperlihatkan sebuah kebuntuan berpikir.

Ketika berbagai alasan tadi tak cukup kuat, kelompok ekstrimis kanan mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) No.1/1969. Khususnya pada Pasal 4, setiap pendirian tempat ibadah perlu mendapat ijin kepala daerah atau pejabat pemerintah yang dibawahnya yang dikuasakan untuk itu. Inilah pangkal persoalannya. Kelompok massa yang merusak, biasanya merasa mendapat legitimasi menutup gereja karena tidak punya ijin. Kelompok massa meminta surat rekomendasi dari aparat pemerintah (Camat, Lurah, RW, dan RT) terkait pendirian gereja. Padahal dalam praktiknya, ketika pihak gereja meminta surat rekomendasi, seringkali justru aparat pemerintah daerah meminta lebih dulu surat rekomedasi dari warga setempat. Jadi dalam proses ini, pihak gereja dipimpong hanya untuk mendapat sebuah legitimasi dalam menjalankan ibadahnya.

Dan aparat keamanan pun tak bertindak adil dalam penanganan aksi penutupan gereja, sesuai yang diamanatkan dalam salah satu butir Surat Keputusan Bersama (SKB) No.1/1969 itu. Pasal 5, jika timbul perselisihan atau pertentangan antarpemeluk-pemeluk agama yang disebabkan karena penyebaran penerangan/penyuluhan/ceramah/khotbah agama atau pendirian rumah ibadat, maka kepala daerah segera mengadakan penyelesaian yang adil dan tidak memihak. Tapin nyatanya, dari ratusan aksi yang pernah terjadi tak satupun pelakunya dimejahijaukan.

Hal inilah yang membuat kelompok ekstrimis kanan tadi merasa mendapat angin segar. Surat Keputusan Bersama (SKB) No.1/1969 yang ditetapkan pada 13 September 1969 oleh Menteri Agama K.H. Moch. Dahlan dan Mendagri Amir Machmud waktu itu,jadi tameng. Tapi justru hal itu memperlihatkan, bahwa kelompok ekstrimis kanan tadi tak paham makna pasal 29 UUD 1945. Sebuah landasan hukum tertinggi yang mengamanatkan kebebasan beragama di Indonesia.

Kenyataan itu pula yang membukakan mata warga negara negeri ini, bahwa kebebasan HAM di negara ini sudah lama terancam. Reformasi 1998 memang mati muda. Tidak konsisten. Bahwa dalam bidang politik ada reformasi yang berarti, memang terlihat dari pergantian rezim. Tapi rezim yang berganti tidak pernah mau menuntaskan polemik SKB tadi. Mereka tetap menutup serapat mungkin. Seolah-olah tak ada persoalan atas bangsa ini. Kenyataannya, SKB ini bak api dalam sekam.

SKB bukan saja soal kebebasan umat Kristen yang terancam. Tapi juga umat Islam, Hindu, Budha, Khonghucu, Tao dan semacamnya. Bahwasanya, sejak peraturan itu berlaku, gereja yang paling sering menjadi korban, adalah kenyaataan yang tak terbantahkan. Tapi, hal serupa bisa jadi akan menimpa umat beragama lain. Bukankah tindakan empirik menutup gereja di Pulau Jawa akan menjadi bumerang? Manakala kelompok Kristen ekstrimis kanan di kepulauan lain melakukan hal serupa terhadap kelompok agama lain. Dalam batas akal sehat, perang adalah jalan buntu. Dan siapapun tak menginginkan itu terjadi.

Sejauh ini, aksi unjuk rasa, seminar terkait penutupan sejumlah gereja mulai muncul. Ini memang terkesan terlambat mengingat usia SKB itu kini sudah 35 tahun. Bahkan, usaha dialog lintas agama yang dibangun selama ini seperti tak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Namun demikian upaya-upaya menepuh jalan damai harus tetap berjalan. Keberadaan SKB itu hingga kini, satu sisi menunjukkan, bahwa selama ini politisi maupun birokrat negeri ini tidak bersikap negarawan yang visioner. Politisi yang kebetulan Kristen pun tak bicara soal ini. Mereka hanya bicara soal kepentingan partai yang memilih dan menempatkan mereka di legislatif.

SKB No. 1/1969 bukan soal kepentingan umat Kristen. Ini soal kebebasan beragama yang terpasung. Sebuah pemasung ala rezim Orde Baru, yang tetap dipertahankan dan membuka benturan masyarakat di tingkat akar rumput. Oleh karena itu, seyogyanya peraturan itu dicabut. Pendapat yang bergulir karena aksi unjuk rasa penutupan gereja, bahwa SKB adalah persoalan umat Kristen adalah tidak betul. Persoalan ini tidak bisa direduksi begitu saja, seolah-olah umat Kristenlah yang paling berkepentingan terhadap pencabutan peraturan itu. Luther Kembaren.(Luther K)

Ini sangat disesalkan!Camat Tutup Paksa Tempat Ibadah Katolik

Uskup Suwatan: Ini sangat disesalkan!Camat Tutup Paksa Tempat Ibadah Katolik

Kebebasan beribadah di tanah air ini rupanya belum sepenuhnya diakui pihak pemerintah dan oknum-oknum tertentu. Terbukti, dihadapan kapolres dan kapolsek setempat Jumat (23/11) lalu, pihak pemerintah Kecamatan Tambora mengeluarkan surat yang isinya menutup paksa tempat ibadah umat Katolik bernama 'Damai Kristus' Paroki Kampung Duri, Jakarta Barat.

Akibatnya, umat Katolik yang biasa beribadah di tempat ibadah tersebut tak mampu merayakan Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam yang diperingati Minggu (25/11) kemarin. Padahal, mereka telah menggunakan tempat ibadah tersebut selama kurun waktu 30 tahun untuk beribadah.

Hal ini dikemukakan Uskup Manado, Mgr Joseph Suwatan MSC, kepada harian ini, usai perayaan Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alamdi Gereja Katolik Paroki Kristus Raja Kembes, kemarin (25/11).Terhadap aksi tersebut, Uskup Suwatan dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap pihak pemerintah Kecamatan Tambora dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya."

Keputusan Camat Tambora menutup paksa tempat ibadah tersebut, menggambarkan bahwa pemerintah setempat belum mampu menegakkan asas dasar Pancasila. Dan keputusan seperti ini sangat-sangat disesalkan karena dijatuhkan oleh seorang pejabat pemerintah," ungkapnya. Dengan keputusan tersebut, Uskup Suwatan kembali mempertanyakan kebebasan beragama dan keadilan hidup di negara ini. Dirinya juga mempertanyakan kewibawaan dan kewenangan pemerintah dalam melawan kelompok-kelompok radikal yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Karena itu secara tegas, Uskup Suwatan mendesak pihak pemerintah setempat untuk mengklarifikasi keputusannya tersebut dan sekaligus mencabutnya. "Saya minta dengan sangat agar Camat Tambora dapat mengklarifikasi dan sekaligus mencabut keputusannya tersebut. Iniagar asas Pancasila kembali ditegakkan dan umat Katolik kembali beribadah di tempat tersebut," tegasnya.

Baginya, sebagai pemerintah seharusnya Camat Tambora dapat mencari solusi yang baik dan bijaksana jika telah terjadi hambatan-hambatan terkait dengan kegiatan tersebut. Salah satunya dengan membangun sebuah dialog yang baik dengan semua pihak yang terkait. "Sebagai pemerintah, Camat Tambora seharusnya bersikap adil dan bijaksana. Bangun dialog yang melibatkan banyak pihak dan bukannya langsung menutup kegiatan beribadah. Sekali lagi ini melanggar Pancasila dan saya minta agar keputusan ini dicabut," pintanya.

Uskup Suwatan juga mengajak umat Katolik untuk tidak mudah terprovokasi dan memberikan dukungan doa bagi umat Katolik Kampung Duri, agar diberikan kekuatan dan ketabahan, serta pemerintah diberikan kebijaksanaan. Ketua Kaum Bapak Katolik (KBK) Keuskupan Manado, Ir Joost Tambajong dan Sekretaris KBK Keuskupan Manado, IrHoyke Makarawung juga menyesalkan tindakan Camat Tambora tersebut."

KBK Keuskupan Manado sangat menyesalkan tindakan penutupan tempat ibadah tersebut. Keputusan Camat Tambora sangat bertentangan denganasas negara Pancasila. Tolong keputusan ini dicabut dan biarkan umat menjalankan ibadahnya dengan tenang," ujar keduanya.

Bagi keduanya, pihak pemerintah seharusnya mencari solusi terbaik dengan membangun dialog yang melibatkan semua pihak termasuk umat Katolik Dama Kristus tersebut."

Selesaikan masalah ini dengan damai. Dialog dengan melibatkan semua pihak sangat tepat dan bukannya dengan keputusan menutup tempat ibadah," papar keduanya.

Sementara itu dari kalangan pemuda Katolik di Sulawesi Utara mengecam keras tindakan Camat Tambora tersebut. Mereka mendesak agar camat dapat mencabut keputusan yang dikeluarkannya. Bahkan, kalangan pemuda mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menyikapi hal ini. Ketua Pemuda Katolik Sulut, Harold Pratasik danKetua Pemuda Katolik Kabupaten Minahasa, Petrus Rampengan mengatakan, tindakan aparat pemerintahan tersebut sangat memalukan dan memberikan pelajaran yang buruk bagi masyarakat dalam hal kebebasan beragama. "Ini tindakan yang jelas-jelas melanggar UUD danPancasila. Kebebasan beragama di negara ini masih saja diinjak-injak. Dan tindakan ini sangat memalukan karena dilakukan oleh seorang camat yang seharusnya menghormati kebebasan beragama. Kami minta agar Presiden SBY agar turun tangan menyikapi hal ini. Karena ini sudah mencoreng pemerintah Indonesia," ujar keduanya.

Karena itu, lanjut keduanya, Pemuda Katolik Kabupaten Minahasa, mengecam keras tindakan Camat Tambora dan meminta agar keputusan tersebut dicabut kembali. "Pemuda Katolik sangat mengecam keras dan mendesak agar keputusan tersebut dicabut kembali. Camat harus memberikan contoh kepada masyarakat untuk menghormati kebebasan beragama," pintanya.(imo

Church closed in local dispute

Thousands of Catholics in Tambora district, West Jakarta have been forced to rent space in which to worship after locals and officials prevented them from holding services in their 40-year-old church."

We are estranged from our roots. We've been here since 1968. We have now 3,500 people listed in our congregation. Half of them are from West Jakarta and the other half from Central Jakarta," parish head Father Matheus Widyolestari MSC told The Jakarta Post on Monday.

Father Widyo said that the conflict began last week when subdistrict officials asked whether there were plans to enlarge the small church.

The conflict continued to heat up until locals calling themselves the Cooperation Forum for Mosque, Prayer Rooms (Musholla) and Koranic Recital Group (Majlis Taklim) of Duri Selatan subdistrict demanded the parish stop holding services last Friday.

Father Widyo acknowledged that the area was a designated residential area. The chapel started out in 1968 as a multi-function room of a Catholic school run by the Mother of Sacred Heart Foundation. As the Catholic congregation in the area grew, the space turned into a small church.

The religious activities were endowed only with the permission of local neighborhood leaders.

In 1998, according to the chronology provided by the church, "Former Governor Sutiyoso agreed to change the usage allocation (of the space) from residential to social function."

"Afterwards, we filed an application to acquire a building permit for the church. But the city rejected us; there has never been any explanation for that," he said. Father Widyo said that he had submitted all the requirements needed to apply for a church building permit.

A joint regulation issued by Religious Affairs Ministry and the Home Affairs Minister last year stipulates that a community of 80 people living in one neighborhood can file an application to build a church. Father Widyo said that in Duri Selatan alone there are at least 195 Catholics.

The same regulation also says a church needs at least 60 non-Catholic local residents to approve the plan to build the church. For this requirement, Father Widyo said that more than 115 people had signed his petition.

He said that the chapel had been very open to the community. He said that during the February floods, the chapel gave help to affected residents.

"We will accept any decision, even if our church has to be closed down. However, we would like the district head to provide a place for us to pray," Father Widyo said. (tif)

Sumber : http://www.thejakartapost.com/detailheadlines.asp?

PAUS DESAK INDONESIA MENJAMIN KEBEBASAN BERAGAMA UMAT KRISTEN

Oleh Gerard O'Connell,
Koresponden Khusus di RomaVATICAN CITY (UCAN) --

Paus Benediktus XVI meminta pemerintah Indonesia untuk “tetap siaga ” guna memastikan kebebasan beragama dari komunitas Katolik dan kelompok Kristen lainnya yang minoritas di negara mereka sendiri.Dalam sambutannya pada 12 November menyambut Duta Besar Suprapto Martosetomo, paus mengingatkan bahwa “fenomena terorisme internasional” merupakan “salah satu ancaman paling berat terhadap kesatuan nasional yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia.”

Martosetomo, 53, Duta Besar Indonesia yang baru untuk Takhta Suci, menyerahkan surat kredentialnya hari itu dan menyampaikan salam dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Duta besar itu mengatakan kepada paus bahwa selama dekade yang lalu, Indonesia “telah memasuki fase demokrasi yang baru dalam setiap aspek kehidupan” dengan berusaha mencapai “pemerintahan yang baik dan mewujudkan reformasi ekonomi, sosial, politik, dan hukum.”

Sebagai jawaban, paus berusia 80 tahun itu mengatakan, “tujuan-tujuan mulia dari demokrasi dan kerukunan sosial” sudah tersirat dalam UUD 1945, dan ideologi nasional Pancasila menuntut “upaya-upaya berani untuk merenungkan dengan jeli dan mengupayakan kesejahteraan bersama, dan kerja sama dari semua kelompok sosial dan politik.”

Ini “sangat diperlukan untuk mengatasi kekuatan-kekuatan polarisasi dan konflik,” untuk pembaruan kehidupan ekonomi, dan untuk mengkonsolidasikan tatanan demokratis, yang dengannya hak-hak individu dan komunitas dihormati sepenuhnya, katanya.

Ketika menekankan ancaman terorisme internasional, Paus Benediktus memuji pemerintah Indonesia karena “mengutuk kekerasan teroris, apa pun alasannya, sebagai suatu kejahatan yang, dengan membenci kehidupan dan kebebasan, merusak landasan-landasan masyarakat.”

Paus menambahkan, “Ini menjadi masalah khusus ketika nama Allah yang suci dipakai sebagai pembenaran untuk setiap tindakan.”Gereja, kata paus, “mengutuk keras manipulasi agama untuk tujuan politik, seraya mendesak agar hukum kemanusiaan internasional ditetapkan di setiap aspek perjuangan melawan terorisme.”

Indonesia, dengan 217 juta penduduknya, merupakan “sebuah negara multi-agama dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,” kata paus, dan Indonesia “berperanan penting dalam meningkatkan kerja sama antar-agama di dalam dan di luar negeri.“Dialog, penghormatan terhadap keyakinan orang lain, dan kerja sama demi perdamaian merupakan sarana paling pasti dalam menjamin kerukunan sosial,” tegasnya.

Paus Benediktus memuji “contoh-contoh kerja sama yang terus bertumbuh di antara umat Kristen dan kaum Muslim di Indonesia, dengan tujuan utama untuk mencegah konflik etnis dan agama di hampir semua daerah yang bermasalah,” dengan menyebutkan hal ini sebagai “sebuah perkembangan yang menjanjikan.”

Sependapat dengan paus, Martosemoto menjelaskan bahwa meski memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia, "Indonesia bukan negara Islam." Sebaliknya, lanjutnya, salah satu sila dalam Pancasila menjamin kebebasan beribadat setiap individu. Sambil menegaskan bahwa kerukunan telah berjalan lama di kalangan berbagai penganut agama di Indonesia, duta besar itu menegaskan bahwa “konflik-konflik yang terjadi belakangan ini di sejumlah daerah Indonesia itu tidak berdasarkan perbedaan agama seperti yang biasa diklaim.” Konflik itu merupakan “akibat perbuatan sejumlah provokator” yang ingin merusak kerukunan, katanya, dan terjadi hanya “di sejumlah daerah” dari kepulauan nusantara yang sedemikian luas.

Paus itu tidak mengemukakan bahwa banyak dari konflik-konflik itu merupakan adu domba umat Kristen melawan Muslim, namun ia menjelaskan bahwa umat Katolik Indonesia hanyalah “minoritas kecil.” Data Gereja menunjukkan bahwa jumlah umat Katolik mendekati 6,5 juta jiwa atau sekitar 3 persen dari total penduduk.

Mereka “ingin terlibat penuh dalam kehidupan berbangsa” dengan memberikan kontribusi demi kemajuan jasmani dan rohani, kata paus itu, sambil mencontohkan dalam jaringan lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan yang melayani masyarakat “tanpa mempedulikan latar belakang agama” dan meningkatkan “kemajuan masyarakat yang otentik.”

Paus mengakui adanya jaminan konstitusional terhadap kebebasan beragama, namun ia mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa “perlindungan hak asasi manusia yang fundamental ini menuntut suatu kesiagaan terus menerus dari semua pihak.”

Paus mengungkapkan keyakinan bahwa persetujuan Indonesia baru-baru ini terhadap Kesepakatan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik akan “turut memperkokoh kebebasan dan keabsahan otonomi umat kristiani secara individu dan lembaga-lembaga mereka.”

Paus juga berharap bahwa Indonesia akan memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia dan perhatian terhadap pembangunan integral melalui perannya sekarang ini sebagai anggota tidak tetap dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.Paus Benediktus menutup dengan memohon berkat Tuhan bagi duta besar yang baru, keluarganya, dan “seluruh masyarakat Indonesia yang tercinta.”

Vatican urges Muslim respect for all faiths

Muslims must respect people of all faiths and not exclude them on thegrounds of religion, race or any other personal characteristic, a seniorVatican official said this week. In a message to celebrate Eid al-Fitr, thefestival marking the end of Ramadan, the Pope's interfaith expert has calledfor a "culture of peace and solidarity" between different religiouscommunities and to spread a teaching "which honours all human creatures".Jean-Louis Cardinal Tauran, the newly-appointed president of the PontificalCouncil for Interreligious Dialogue, the Vatican's main liaison agency withthe Muslim world, has previously expressed concern about the treatment ofChristians in Muslim-majority countries.

In one interview he highlighted the "extreme" case of Saudi Arabia wherefreedom of religion was "violated absolutely" with "no Christian churches and a ban on celebrating Mass, even in a private home".

The cardinal's Eid greeting does not single out Muslims for criticism - hisappeals are aimed at "religious believers" - nor does he make a direct link between Islam and violence.

Instead, he described it as the duty of believers to "reject, denounce andrefuse every recourse to violence, which can never be motivated by religion, since it wounds the very image of God in man.

"Violence, especially terrorism which strikes blindly and claims countlessinnocent victims, is incapable of resolving conflicts and leads only to adeadly chain of destructive hatred," he said.

Relations soured between the Vatican and Muslims after Pope Benedict XVIquoted a 14th century Byzantine emperor and triggered a wave of condemnation and violence. At least two people - an Iraqi priest and a Somali nun - werekilled in the ensuing unrest. Guardian Unlimited C Guardian News and Media Limited 2007

Sumber : http://www.guardian.co.uk/religion/Story/0,,2186612,00.html

Agama, Komunitas Keagamaan, Dan Konsep Ketersesatan

Agama itu apa sih?
Ensiklopedia Britanica menjabarkannya sebagai berikut :
"Agama bukan sekedar suatu perkara menyadari akan suatu dimensi transenden dan juga bukan sekedar suatu klaim akan suatu pandangan tentang realitas yang lebih luas dan lebih komprehensif. Hal mendasar bagi agama ialah keyakinan bahwa melalui suatu relasi yang tepat dengan kuasa (atau kuasa-kuasa) kosmis, manusia akan menemukan keselamatannya" (Encyclopedia Britannica 2007, Ultimate Reference Suite; Religion)
Bagi kalangan awam pemahaman akan arti agama itu sangat beragam dan juga ada yang agak kabur dan rancu. ApiKer Rita sempat bertanya apakah "The Children of God" atau "The Jehova Witnesses" juga merupakan suatu agama? Pertanyaan tersebut dapat ditanggapi dengan pertanyaan kembali: Apakah melalui praktek seks bebas yang diajarkan oleh komunitas CoG para anggotanya yakin akan membentuk "relasi yang tepat" dengan Tuhan dan karena itu akan "menemukan keselamatannya"? Praktek seks bebas itu sendiri bertentangan dengan nilai moral kemurnian dan kekudusan. Bagaimana mungkin melalui malpraktek seperti itu dapat terbina relasi yang tepat antara manusia yang imoral dengan Allah Yang Mahakudus?
Apakah dengan sistem ajaran dan kebaktiannya para penganut "Gereja Setan" akan mampu membentuk "relasi yang tepat" dengan Allah dan karena itu menemukan keselamatannya? Untuk yang satu ini jawabannya mungkin lebih jelas karena dengan memuja Iblis bagaimana mungkin akan terbentuk relasi yang tepat dengan Allah yang justru dimusuhinya? Atau apakah dengan bersekutu dengan Iblis, "bapak biang kebinasaan", manusia akan memperoleh keselamatan bagi jiwanya sebagai bonus ekstra?
Pertanyaan (dengan jawaban) sedikit rumit terhadap sekte Saksi Yehova: Apakah dengan sistem ajaran dan kebaktiannya para penganut Saksi Yehova akan membentuk "relasi yang tepat dengan Yahwe" dan karena itu akan menemukan keselamatannya? Saksi Yehova termasuk kelompok ajaran monofisit (yang hanya mengakui aspek kemanusiaan Yesus) tetapi tetap mengakui Yesus sebagai Jalan menuju kepada Yahwe. Bagi mereka Yesus itu juga memiliki kodrat lintas waktu "sebagai permulaan dari ciptaan Allah" sebelum segala ciptaan lainnya termasuk Adam; dan namanya asliNya ialah Amin (Why.3: 14). Konsep keselamatan bagi mereka bukan "keselamatan kekal di surga" melainkan "hidup abadi pasca kematian di Firdaus" yang dipercaya berada di bumi ini sendiri (Eden yang akan dipulihkan kembali). Apakah ini merupakan ajaran sesat? Jawabannya terletak pada pihak mana yang akan menilai dan menjawabnya dan bagaimana "kriteria sesat-tidak-sesat" pada paradigma si penilainya itu sendiri. Kalau mereka sebagai monotheis solidus menyembah Yahwe seperti umumnya penganut Yudaisme (yang juga tidak mempunyai konsep yang jelas tentang surga), yakinkah kita seyakin-yakinnya bahwa semua mereka itu akan menjadi calon penghuni neraka jahanam -- sarang Iblis sendiri - bila dalam hidup sebagian mereka ada yang mengadopsi dan mempraktekkan nilai-nilai luhur seperti kemurnian, cinta kasih, ketulusan, kemurahan hati, harmoni, kesabaran, kerendahan hati, kelemah-lembutan dsb.?
Atau kita mau -- dengan pongah mengatakan, bahwa tidak ada satupun di kalangan mereka yang mengadopsi nilai-nilai luhur seperti itu dalam hidupnya dan semua orang Katolik atau Kristen lain mengadopsi semuanya?
Apakah agama itu untuk manusia? Jawabannya jelas karena agama pasti bukan untuk monyet atau kerbau. Segala sesuatu yang didesain untuk konsumsi manusia secara aksiomatis tidak mungkin menjangkau SEMUA manusia karena keterbatasan manusia pada unsur spasi dan temporal. HP atau komputer didesain untuk manusia, apakah keduanya mampu menjangkau semua manusia? Sepeda, motor dan mobil didesain untuk manusia, apakah mampu menjangkau semua manusia? Oksigen, air dan sinar matahari didesain juga untuk manusia, apakah menjangkau semua manusia (dengan bebas) ? Anasir yang sifatnya alami dan langsung diciptakan Allah memang menjangkau semua manusia. Apakah "Aqua" dan gas oksigen dalam tabung menjangkau semua manusia? Tidak! Jadi apapun yang dihasilkan lewat -- sedikit atau banyak oleh campur tangan manusia tidak mungkin menjangkau semua manusia.
Lalu masalahnya, apakah agama sepenuhnya ciptaan Tuhan ataukah terdapat juga unsur campur tangan manusia? Maka kita sampai kepada konsep "organized religion" atau agama formal. Setiap agama formal - sedikit atau banyak mengandung unsur campur tangan manusia minimal dalam perumusan masalah teologianya, doktrinnya, liturginya, penyebarannya, sistem pengajaran dan pewartaannya, sistem inisiasinya dsb. Karena adanya semua unsur campur tangan manusia tersebut maka tidak ada satu agamapun yang didesain untuk SEMUA manusia. Maka klaim agama tunggal bagi seluruh umat manusia merupakan keyakinan yang berlaku di kalangan para penganutnya SENDIRI sebagai suatu "collective belief system" yang sifatnya eksklusif. Saya beragama Katolik maka saya percaya bahwa klaim EENS itu berlaku untuk saya dan untuk kalangan umat Katolik sendiri dan tidak mungkin diadopsi (atau dipaksakan untuk berlaku/diterima) oleh kalangan muslim, buddhis atau hinduis misalnya. Masalahnya bukan "soal benar atau salah" karena bila kriterianya demikian maka hal itu kemudian menjadi masalah murni logika semata-mata. Agama bukan pertama-tama soal logika melainkan soal kepercayaan atau iman. Agama dianut bukan pertama-tama karena diterima "sebagai masuk akal" oleh pikiran manusia melainkan diterima "sebagai baik" menurut keyakinan oleh hati manusia. Inti daripada agama ialah iman dan bukan logika; minimal katakanlah memiliki 'logika iman' dan bukan murni 'logika intelektual'.
Lalu bagaimana dengan agama yang mengorbankan darah anak gadis untuk persembahan kepada kuasa illahi? Apakah agama seperti ini memiliki unsur wahyu, nabi, alkitab, liturgi, sistem inisiasi, sistem penyebaran, sistem doktrinansi yang seragam dan universal? Tentu aspeknya sangat terbatas dan hanya kepada unsur ritualisme dan inisiasi, tetapi ciri utamanya tetap bersifat lokal (walaupun mungkin terdapat diberbagai pelosok dunia) yang tidak pernah mampu menjadi bersifat universal dan menyebar ke mana-mana dan tidak pernah terorganisir (boro-boro) dengan rapi, standar dan konsisten.
Dengan demikian agama-agama seperti ini dapat kita kategorikan sebagai "komunitas keagamaan" suatu "quasi-agama" atau istilah yang lazim di negara kita ialah "aliran kepercayaan".
Hal ketiga yang dibahas ialah masalah kesesatan. Bila ada konsep kesesatan maka tentu sebelumnya ada konsep kemurnian dalam kebenaran perdana. Kemudian ada konsep kesuaian dengan ajaran semula yang murni dan otentik. Di sinilah kesulitan mulai terjadi.
Dalam lingkup kristianitas manakah kalimat-kalimat yang benar-benar murni diucapkan oleh Yesus sendiri dan kalimat-kalimat mana yang bukan? Gaya bahasa Yohanes yang canggih, sastrawi, beranak-cucu-kalimat, filosofis reflektif sangat berbeda dengan bahasa lugas, stenografis dari Markus. Semuanya merumuskan seakan-akan kalimat-kalimat itu murni diucapkan oleh Yesus sendiri. Bahasa pers modernnya ialah manakah ucapan asli seleb dan mana ucapan yang sudah "diplintir" oleh para reporter. Kata "diplintir" tidak mesti berkonotasi negatif tetapi lebih berkonotasi reflektif dengan nuansa paradigma subyektif yang kental.
Kesesatan sebagai kata sifat selalu dipakai oleh mereka yang merasa memiliki "ajaran yang murni". Islam menilai sekte Ahmadiyah sebagai sesat. Katolik menganggap Protestan sesat. Tetapi sebaliknya Protestan menganggap Katolik telah menyimpang dari "ajaran murni yang semula" maka mereka justru menganggap Katolik yang sesat; bahkan dengan sarkasme yang luar biasa memberi label sebagai "pelacur besar Babylon".
Bagaimana melakukan transendensasi terhadap isyu "sesat-tidak sesat" sebagai "binary proposition/optional" ini? Di kalangan kristiani mungkin lewat paradigma "pokok pohon", "pohon patristik" atau "pokok anggur". Setiap pohon yang bertumbuh besar PASTI mempunyai cabang-cabang besar pula di samping "pokok pohon" semula. Dapatkah cabang yang mengarah ke Timur atau lainnya yang mengarah ke Barat (Utara atau Selatan) mengatakan justru merekalah pohon yang "murni dan konsekuen" sebagai kelanjutan-kesinambungan "pokok pohon" semula? Sedangkan justru pokoknya sendiri yang mengarah ke langit itu dianggap sebagai "telah menyimpang" dari arah semula?
Dapatkan cabang-cabang itu mengatakan kami ini terpisah, otonom dan mandiri serta tidak membutuhkan pokok pohon? Pertanyaan mendasar justru apakah cabang-cabang itu dapat hidup dan eksis terus tanpa sari makanan dari akar-akar pokok pohon?
Analoginya, pokok pohon itu adalah Kristus sendiri. Bagian yang paling dekat dengan akar pohon ialah "gereja patristik" yang umum dikenal sebagai gereja katolik sebelum masa reformasi yaitu saat cabang-cabang mulai terbentuk dan dilanjutkan dengan ribuan ranting-ranting. Semuanya membentuk "pohon kristiani" yang indah dalam keberagamannya.
Kristianitas bukanlah ibarat tiang listrik atau tugu obelisk yang tidak mungkin mempunyai cabang karena tidak ada "kehidupan" dan struktur sistemik yang koheren di dalamnya.
Gereja adalah komunitas kerajaan Allah yang dibentuk oleh Yesus lewat kehidupanNya (sengasara, wafat, kebangkitanNya), teladanNya dan kata-kataNya sebagai "pokok pohon iman". Dapatkah akar berkata bahwa ia hanya akan menyalurkan sari makanan kepada batang utama dan tidak kepada cabang-cabang dan ranting-rantingnya? Bila terlepas dari pokok utama yaitu inti ajaran Yesus maka cabang dan ranting akan kehilangan zat hidup, akan layu, mengering dan mati. Selama kebersatuan dengan Kristus sebagai "pokok utama" itu ada maka "kehidupan iman" semuanya tetap akan berlangsung.
Yesus sendiri mengatakan lewat penginjil Yohanes dengan kata-kata puetis:
"Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yoh.15: 5,6)
Jakarta, 15 September 2007.
Cum misericordia et compassione,
Mang Iyus

Senin, 17 Desember 2007

Diserbu Massa Tujuh Jemaat Gereja HKBP Terluka

Tujuh dari 50 jemaat Gereja HKBP Rajeg, Kota Bumi, Tangerang, Banten mengalami luka serius akibat terkena lemparan batu dan benda keras lainnya setelah gereja tersebut diserbu oleh massa yang berjumlah puluhan orang, Minggu (2/9) siang.

Peristiwa perusakan disertai penyerangan Jemaat HKBP itu berlangsung sekitar pukul 13.00 WIB. Penyerbu lokasi ibadah tersebut datang secara tiba-tiba. Mereka tidak saja melempari jemaat dengan batu, tetapi juga mengeluarkan dan merusakkan kursi gereja dengan alasan tempat ibadah itu belum ada izinnya.

Rinsen Sitohang (38), salah satu anggota Jemaat HKBP Rajeg yang dikonfirmasi SP Senin pagi membenarkan, puluhan warga menyerbu Gereja HKBP Rajeg saat kebaktian, Minggu siang.

"Saya adalah pemain musik di gereja itu. Kami tidak menduga mendapat serangan warga. Padahal, saat kebaktian terlihat tiga anggota polisi termasuk mobil patroli berada di sekitar lokasi. Pengurus gereja telah menyerahkan persoalan ini kepada petugas keamanan setempat," ujar Rinsen.

Akibat penyerangan ini, sejumlah anggota Jemaat HKBP Rajeg yang terdiri dari pria dewasa, wanita, dan anak-anak menderita luka-luka. Sebelum kejadian ini, tidak ada peringatan yang diterima pihak gereja terkait izin membangun lokasi ibadah di tempat tersebut.

Kapolres Kabupaten Tangerang AKBP Toni Hermanto yang dikonfirmasi terpisah Senin pagi membenarkan, adanya pengaduan perusakan rumah ibadah di Rajeg tersebut.

Pernyataan PGI
Sementara itu, Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPH PGI) Pdt Dr Richard M Daulay dalam keterangan tertulis yang diterima SP, Senin siang meminta pemerintah menjamin kebebasan dan kerukunan antarumat beragama sehingga setiap umat dapat beribadah dengan rasa tenteram.

Richard juga meminta Gubernur Provinsi Banten dan Kapolri Jenderal Polisi Soetanto untuk segera mengusut dan menindak tegas tindakan anarkis para pelaku. Dikatakan, MPH PGI juga menyesalkan dan mengecam terjadinya penyerangan yang menyebabkan Pdt JAU Doloksaribu beserta beberapa jemaatnya terluka.

Ia meminta permasalahan tersebut segera diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi di masa mendatang. Selain itu, ia juga berharap agar semua komponen bangsa menjamin dan memelihara kebebasan dan kerukunan antarumat beragama, sehingga setiap umat dapat menjalankan ibadah dengan rasa aman.

Sumber http://www.suarapembaruan.com/News/2007/09/03/Jabotabe/jab01.htm