Agama itu apa sih?
Ensiklopedia Britanica menjabarkannya sebagai berikut :
"Agama bukan sekedar suatu perkara menyadari akan suatu dimensi transenden dan juga bukan sekedar suatu klaim akan suatu pandangan tentang realitas yang lebih luas dan lebih komprehensif. Hal mendasar bagi agama ialah keyakinan bahwa melalui suatu relasi yang tepat dengan kuasa (atau kuasa-kuasa) kosmis, manusia akan menemukan keselamatannya" (Encyclopedia Britannica 2007, Ultimate Reference Suite; Religion)
Bagi kalangan awam pemahaman akan arti agama itu sangat beragam dan juga ada yang agak kabur dan rancu. ApiKer Rita sempat bertanya apakah "The Children of God" atau "The Jehova Witnesses" juga merupakan suatu agama? Pertanyaan tersebut dapat ditanggapi dengan pertanyaan kembali: Apakah melalui praktek seks bebas yang diajarkan oleh komunitas CoG para anggotanya yakin akan membentuk "relasi yang tepat" dengan Tuhan dan karena itu akan "menemukan keselamatannya"? Praktek seks bebas itu sendiri bertentangan dengan nilai moral kemurnian dan kekudusan. Bagaimana mungkin melalui malpraktek seperti itu dapat terbina relasi yang tepat antara manusia yang imoral dengan Allah Yang Mahakudus?
Apakah dengan sistem ajaran dan kebaktiannya para penganut "Gereja Setan" akan mampu membentuk "relasi yang tepat" dengan Allah dan karena itu menemukan keselamatannya? Untuk yang satu ini jawabannya mungkin lebih jelas karena dengan memuja Iblis bagaimana mungkin akan terbentuk relasi yang tepat dengan Allah yang justru dimusuhinya? Atau apakah dengan bersekutu dengan Iblis, "bapak biang kebinasaan", manusia akan memperoleh keselamatan bagi jiwanya sebagai bonus ekstra?
Pertanyaan (dengan jawaban) sedikit rumit terhadap sekte Saksi Yehova: Apakah dengan sistem ajaran dan kebaktiannya para penganut Saksi Yehova akan membentuk "relasi yang tepat dengan Yahwe" dan karena itu akan menemukan keselamatannya? Saksi Yehova termasuk kelompok ajaran monofisit (yang hanya mengakui aspek kemanusiaan Yesus) tetapi tetap mengakui Yesus sebagai Jalan menuju kepada Yahwe. Bagi mereka Yesus itu juga memiliki kodrat lintas waktu "sebagai permulaan dari ciptaan Allah" sebelum segala ciptaan lainnya termasuk Adam; dan namanya asliNya ialah Amin (Why.3: 14). Konsep keselamatan bagi mereka bukan "keselamatan kekal di surga" melainkan "hidup abadi pasca kematian di Firdaus" yang dipercaya berada di bumi ini sendiri (Eden yang akan dipulihkan kembali). Apakah ini merupakan ajaran sesat? Jawabannya terletak pada pihak mana yang akan menilai dan menjawabnya dan bagaimana "kriteria sesat-tidak-sesat" pada paradigma si penilainya itu sendiri. Kalau mereka sebagai monotheis solidus menyembah Yahwe seperti umumnya penganut Yudaisme (yang juga tidak mempunyai konsep yang jelas tentang surga), yakinkah kita seyakin-yakinnya bahwa semua mereka itu akan menjadi calon penghuni neraka jahanam -- sarang Iblis sendiri - bila dalam hidup sebagian mereka ada yang mengadopsi dan mempraktekkan nilai-nilai luhur seperti kemurnian, cinta kasih, ketulusan, kemurahan hati, harmoni, kesabaran, kerendahan hati, kelemah-lembutan dsb.?
Atau kita mau -- dengan pongah mengatakan, bahwa tidak ada satupun di kalangan mereka yang mengadopsi nilai-nilai luhur seperti itu dalam hidupnya dan semua orang Katolik atau Kristen lain mengadopsi semuanya?
Apakah agama itu untuk manusia? Jawabannya jelas karena agama pasti bukan untuk monyet atau kerbau. Segala sesuatu yang didesain untuk konsumsi manusia secara aksiomatis tidak mungkin menjangkau SEMUA manusia karena keterbatasan manusia pada unsur spasi dan temporal. HP atau komputer didesain untuk manusia, apakah keduanya mampu menjangkau semua manusia? Sepeda, motor dan mobil didesain untuk manusia, apakah mampu menjangkau semua manusia? Oksigen, air dan sinar matahari didesain juga untuk manusia, apakah menjangkau semua manusia (dengan bebas) ? Anasir yang sifatnya alami dan langsung diciptakan Allah memang menjangkau semua manusia. Apakah "Aqua" dan gas oksigen dalam tabung menjangkau semua manusia? Tidak! Jadi apapun yang dihasilkan lewat -- sedikit atau banyak oleh campur tangan manusia tidak mungkin menjangkau semua manusia.
Lalu masalahnya, apakah agama sepenuhnya ciptaan Tuhan ataukah terdapat juga unsur campur tangan manusia? Maka kita sampai kepada konsep "organized religion" atau agama formal. Setiap agama formal - sedikit atau banyak mengandung unsur campur tangan manusia minimal dalam perumusan masalah teologianya, doktrinnya, liturginya, penyebarannya, sistem pengajaran dan pewartaannya, sistem inisiasinya dsb. Karena adanya semua unsur campur tangan manusia tersebut maka tidak ada satu agamapun yang didesain untuk SEMUA manusia. Maka klaim agama tunggal bagi seluruh umat manusia merupakan keyakinan yang berlaku di kalangan para penganutnya SENDIRI sebagai suatu "collective belief system" yang sifatnya eksklusif. Saya beragama Katolik maka saya percaya bahwa klaim EENS itu berlaku untuk saya dan untuk kalangan umat Katolik sendiri dan tidak mungkin diadopsi (atau dipaksakan untuk berlaku/diterima) oleh kalangan muslim, buddhis atau hinduis misalnya. Masalahnya bukan "soal benar atau salah" karena bila kriterianya demikian maka hal itu kemudian menjadi masalah murni logika semata-mata. Agama bukan pertama-tama soal logika melainkan soal kepercayaan atau iman. Agama dianut bukan pertama-tama karena diterima "sebagai masuk akal" oleh pikiran manusia melainkan diterima "sebagai baik" menurut keyakinan oleh hati manusia. Inti daripada agama ialah iman dan bukan logika; minimal katakanlah memiliki 'logika iman' dan bukan murni 'logika intelektual'.
Lalu bagaimana dengan agama yang mengorbankan darah anak gadis untuk persembahan kepada kuasa illahi? Apakah agama seperti ini memiliki unsur wahyu, nabi, alkitab, liturgi, sistem inisiasi, sistem penyebaran, sistem doktrinansi yang seragam dan universal? Tentu aspeknya sangat terbatas dan hanya kepada unsur ritualisme dan inisiasi, tetapi ciri utamanya tetap bersifat lokal (walaupun mungkin terdapat diberbagai pelosok dunia) yang tidak pernah mampu menjadi bersifat universal dan menyebar ke mana-mana dan tidak pernah terorganisir (boro-boro) dengan rapi, standar dan konsisten.
Dengan demikian agama-agama seperti ini dapat kita kategorikan sebagai "komunitas keagamaan" suatu "quasi-agama" atau istilah yang lazim di negara kita ialah "aliran kepercayaan".
Hal ketiga yang dibahas ialah masalah kesesatan. Bila ada konsep kesesatan maka tentu sebelumnya ada konsep kemurnian dalam kebenaran perdana. Kemudian ada konsep kesuaian dengan ajaran semula yang murni dan otentik. Di sinilah kesulitan mulai terjadi.
Dalam lingkup kristianitas manakah kalimat-kalimat yang benar-benar murni diucapkan oleh Yesus sendiri dan kalimat-kalimat mana yang bukan? Gaya bahasa Yohanes yang canggih, sastrawi, beranak-cucu-kalimat, filosofis reflektif sangat berbeda dengan bahasa lugas, stenografis dari Markus. Semuanya merumuskan seakan-akan kalimat-kalimat itu murni diucapkan oleh Yesus sendiri. Bahasa pers modernnya ialah manakah ucapan asli seleb dan mana ucapan yang sudah "diplintir" oleh para reporter. Kata "diplintir" tidak mesti berkonotasi negatif tetapi lebih berkonotasi reflektif dengan nuansa paradigma subyektif yang kental.
Kesesatan sebagai kata sifat selalu dipakai oleh mereka yang merasa memiliki "ajaran yang murni". Islam menilai sekte Ahmadiyah sebagai sesat. Katolik menganggap Protestan sesat. Tetapi sebaliknya Protestan menganggap Katolik telah menyimpang dari "ajaran murni yang semula" maka mereka justru menganggap Katolik yang sesat; bahkan dengan sarkasme yang luar biasa memberi label sebagai "pelacur besar Babylon".
Bagaimana melakukan transendensasi terhadap isyu "sesat-tidak sesat" sebagai "binary proposition/optional" ini? Di kalangan kristiani mungkin lewat paradigma "pokok pohon", "pohon patristik" atau "pokok anggur". Setiap pohon yang bertumbuh besar PASTI mempunyai cabang-cabang besar pula di samping "pokok pohon" semula. Dapatkah cabang yang mengarah ke Timur atau lainnya yang mengarah ke Barat (Utara atau Selatan) mengatakan justru merekalah pohon yang "murni dan konsekuen" sebagai kelanjutan-kesinambungan "pokok pohon" semula? Sedangkan justru pokoknya sendiri yang mengarah ke langit itu dianggap sebagai "telah menyimpang" dari arah semula?
Dapatkan cabang-cabang itu mengatakan kami ini terpisah, otonom dan mandiri serta tidak membutuhkan pokok pohon? Pertanyaan mendasar justru apakah cabang-cabang itu dapat hidup dan eksis terus tanpa sari makanan dari akar-akar pokok pohon?
Analoginya, pokok pohon itu adalah Kristus sendiri. Bagian yang paling dekat dengan akar pohon ialah "gereja patristik" yang umum dikenal sebagai gereja katolik sebelum masa reformasi yaitu saat cabang-cabang mulai terbentuk dan dilanjutkan dengan ribuan ranting-ranting. Semuanya membentuk "pohon kristiani" yang indah dalam keberagamannya.
Kristianitas bukanlah ibarat tiang listrik atau tugu obelisk yang tidak mungkin mempunyai cabang karena tidak ada "kehidupan" dan struktur sistemik yang koheren di dalamnya.
Gereja adalah komunitas kerajaan Allah yang dibentuk oleh Yesus lewat kehidupanNya (sengasara, wafat, kebangkitanNya), teladanNya dan kata-kataNya sebagai "pokok pohon iman". Dapatkah akar berkata bahwa ia hanya akan menyalurkan sari makanan kepada batang utama dan tidak kepada cabang-cabang dan ranting-rantingnya? Bila terlepas dari pokok utama yaitu inti ajaran Yesus maka cabang dan ranting akan kehilangan zat hidup, akan layu, mengering dan mati. Selama kebersatuan dengan Kristus sebagai "pokok utama" itu ada maka "kehidupan iman" semuanya tetap akan berlangsung.
Yesus sendiri mengatakan lewat penginjil Yohanes dengan kata-kata puetis:
"Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar." (Yoh.15: 5,6)
Jakarta, 15 September 2007.
Cum misericordia et compassione,
Mang Iyus