Kamis, 20 Desember 2007

PAUS DESAK INDONESIA MENJAMIN KEBEBASAN BERAGAMA UMAT KRISTEN

Oleh Gerard O'Connell,
Koresponden Khusus di RomaVATICAN CITY (UCAN) --

Paus Benediktus XVI meminta pemerintah Indonesia untuk “tetap siaga ” guna memastikan kebebasan beragama dari komunitas Katolik dan kelompok Kristen lainnya yang minoritas di negara mereka sendiri.Dalam sambutannya pada 12 November menyambut Duta Besar Suprapto Martosetomo, paus mengingatkan bahwa “fenomena terorisme internasional” merupakan “salah satu ancaman paling berat terhadap kesatuan nasional yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia.”

Martosetomo, 53, Duta Besar Indonesia yang baru untuk Takhta Suci, menyerahkan surat kredentialnya hari itu dan menyampaikan salam dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Duta besar itu mengatakan kepada paus bahwa selama dekade yang lalu, Indonesia “telah memasuki fase demokrasi yang baru dalam setiap aspek kehidupan” dengan berusaha mencapai “pemerintahan yang baik dan mewujudkan reformasi ekonomi, sosial, politik, dan hukum.”

Sebagai jawaban, paus berusia 80 tahun itu mengatakan, “tujuan-tujuan mulia dari demokrasi dan kerukunan sosial” sudah tersirat dalam UUD 1945, dan ideologi nasional Pancasila menuntut “upaya-upaya berani untuk merenungkan dengan jeli dan mengupayakan kesejahteraan bersama, dan kerja sama dari semua kelompok sosial dan politik.”

Ini “sangat diperlukan untuk mengatasi kekuatan-kekuatan polarisasi dan konflik,” untuk pembaruan kehidupan ekonomi, dan untuk mengkonsolidasikan tatanan demokratis, yang dengannya hak-hak individu dan komunitas dihormati sepenuhnya, katanya.

Ketika menekankan ancaman terorisme internasional, Paus Benediktus memuji pemerintah Indonesia karena “mengutuk kekerasan teroris, apa pun alasannya, sebagai suatu kejahatan yang, dengan membenci kehidupan dan kebebasan, merusak landasan-landasan masyarakat.”

Paus menambahkan, “Ini menjadi masalah khusus ketika nama Allah yang suci dipakai sebagai pembenaran untuk setiap tindakan.”Gereja, kata paus, “mengutuk keras manipulasi agama untuk tujuan politik, seraya mendesak agar hukum kemanusiaan internasional ditetapkan di setiap aspek perjuangan melawan terorisme.”

Indonesia, dengan 217 juta penduduknya, merupakan “sebuah negara multi-agama dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,” kata paus, dan Indonesia “berperanan penting dalam meningkatkan kerja sama antar-agama di dalam dan di luar negeri.“Dialog, penghormatan terhadap keyakinan orang lain, dan kerja sama demi perdamaian merupakan sarana paling pasti dalam menjamin kerukunan sosial,” tegasnya.

Paus Benediktus memuji “contoh-contoh kerja sama yang terus bertumbuh di antara umat Kristen dan kaum Muslim di Indonesia, dengan tujuan utama untuk mencegah konflik etnis dan agama di hampir semua daerah yang bermasalah,” dengan menyebutkan hal ini sebagai “sebuah perkembangan yang menjanjikan.”

Sependapat dengan paus, Martosemoto menjelaskan bahwa meski memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia, "Indonesia bukan negara Islam." Sebaliknya, lanjutnya, salah satu sila dalam Pancasila menjamin kebebasan beribadat setiap individu. Sambil menegaskan bahwa kerukunan telah berjalan lama di kalangan berbagai penganut agama di Indonesia, duta besar itu menegaskan bahwa “konflik-konflik yang terjadi belakangan ini di sejumlah daerah Indonesia itu tidak berdasarkan perbedaan agama seperti yang biasa diklaim.” Konflik itu merupakan “akibat perbuatan sejumlah provokator” yang ingin merusak kerukunan, katanya, dan terjadi hanya “di sejumlah daerah” dari kepulauan nusantara yang sedemikian luas.

Paus itu tidak mengemukakan bahwa banyak dari konflik-konflik itu merupakan adu domba umat Kristen melawan Muslim, namun ia menjelaskan bahwa umat Katolik Indonesia hanyalah “minoritas kecil.” Data Gereja menunjukkan bahwa jumlah umat Katolik mendekati 6,5 juta jiwa atau sekitar 3 persen dari total penduduk.

Mereka “ingin terlibat penuh dalam kehidupan berbangsa” dengan memberikan kontribusi demi kemajuan jasmani dan rohani, kata paus itu, sambil mencontohkan dalam jaringan lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan yang melayani masyarakat “tanpa mempedulikan latar belakang agama” dan meningkatkan “kemajuan masyarakat yang otentik.”

Paus mengakui adanya jaminan konstitusional terhadap kebebasan beragama, namun ia mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa “perlindungan hak asasi manusia yang fundamental ini menuntut suatu kesiagaan terus menerus dari semua pihak.”

Paus mengungkapkan keyakinan bahwa persetujuan Indonesia baru-baru ini terhadap Kesepakatan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik akan “turut memperkokoh kebebasan dan keabsahan otonomi umat kristiani secara individu dan lembaga-lembaga mereka.”

Paus juga berharap bahwa Indonesia akan memberikan kontribusi bagi perdamaian dunia dan perhatian terhadap pembangunan integral melalui perannya sekarang ini sebagai anggota tidak tetap dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.Paus Benediktus menutup dengan memohon berkat Tuhan bagi duta besar yang baru, keluarganya, dan “seluruh masyarakat Indonesia yang tercinta.”

Tidak ada komentar: